Sejarah Kabupaten SIDOARJO (Jawa Timur)
Kabupaten Sidoarjo, merupakan
sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Sidoarjo. Kabupaten ini berbatasan
dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik di utara, Selat Madura di timur,
Kabupaten Pasuruan di selatan, serta Kabupaten Mojokerto di barat. Sidoarjo dikenal
sebagai penyangga utama Kota Surabaya, dan termasuk kawasan Gerbangkertosusila.
Sejarah
Sidoarjo dulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan. Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari.
Sidokare dipimpin R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P Tjokronegoro) yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya. Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare, yang memiliki konotasi kurang bagus diubah menjadi Kabupaten Sidoarjo.
Setelah R. Notopuro wafat tahun 1862, maka kakak almarhum 1863 diangkat sebagai bupati, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan. Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga, dan R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.
Di masa Pedudukan Jepang (8 Maret 1942 - 15 Agustus 1945), daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo juga berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang (yaitu oleh Kaigun, tentara Laut Jepang).
Sejarah
Sidoarjo dulu dikenal sebagai pusat Kerajaan Janggala. Pada masa kolonialisme Hindia Belanda, daerah Sidoarjo bernama Sidokare, yang merupakan bagian dari Kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R. Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan. Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokari.
Sidokare dipimpin R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P Tjokronegoro) yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya. Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare, yang memiliki konotasi kurang bagus diubah menjadi Kabupaten Sidoarjo.
Setelah R. Notopuro wafat tahun 1862, maka kakak almarhum 1863 diangkat sebagai bupati, yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan. Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga, dan R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.
Di masa Pedudukan Jepang (8 Maret 1942 - 15 Agustus 1945), daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo juga berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang (yaitu oleh Kaigun, tentara Laut Jepang).
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu. Permulaan bulan
Maret 1946 Belanda mulai aktif dalam usaha-usahanya untuk menduduki kembali
daerah ini. Ketika Belanda menduduki Gedangan, pemerintah Indonesia memindahkan
pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong. Daerah Dungus (Kecamatan Sukodono)
menjadi daerah rebutan dengan Belanda. Tanggal 24 Desember 1946, Belanda mulai
menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dari jurusan Tulangan. Sidoarjo jatuh
ke tangan Belanda hari itu juga. Pusat pemerintahan Sidoarjo lalu dipindahkan
lagi ke daerah Jombang.
Pemerintahan pendudukan Belanda (dikenal dengan nama Recomba) berusaha membentuk kembali
pemerintahan seperti pada masa kolonial dulu. Pada November 1948, dibentuklah
Negara Jawa Timur salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat.
Sidoarjo berada di bawah pemerintahan Recomba hingga tahun 1949. Tanggal 27
Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar,Belanda menyerahkan kembali Negara
Jawa Timur kepada Republik Indonesia, sehingga daerah
delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia.
Geografi
Wilayah Kabupaten Sidoarjo berada di dataran rendah. Sidoarjo dikenal dengan sebutan Kota Delta, karena berada di antara dua sungai besar pecahan Kali Brantas, yakni Kali Mas dan Kali Porong. Kota Sidoarjo berada di selatan Surabaya, dan secara geografis kedua kota ini seolah-olah menyatu.
Geografi
Wilayah Kabupaten Sidoarjo berada di dataran rendah. Sidoarjo dikenal dengan sebutan Kota Delta, karena berada di antara dua sungai besar pecahan Kali Brantas, yakni Kali Mas dan Kali Porong. Kota Sidoarjo berada di selatan Surabaya, dan secara geografis kedua kota ini seolah-olah menyatu.
Alun-Alun
Alun-alun Sidoarjo menjadi salah satu symbol kota yang berlogokan Udang
dan Bandeng. Alun-alun Sidoarjo berada tepat di jantung kota, di
kelilingi oleh kantor-kantor pemerintahan daerah. Alun-alun Sidoarjo ini
menjadi saksi sejarah atas kebangkitan kota Sidoarjo. Dengan mengadopsi
Penataan Kota Lama, Alun-alun Sidoarjo menjadikan sebagian besar
aktifitas pemerintahan dapat bersentuhan langsung dengan masyarakatnya.
Kampung Batik Jetis
Ada yang menarik ketika kami mengunjungi kampung ini, yaitu bahwa kampung batik di daerah Jetis ini ternyata sudah ada sejak lama, sehingga pantas begitu melegenda. Kampung Batik Jetis konon sudah ada sejak tahun 1675.
Mungkin ini yang membedakan batik tulis asal Sidoarjo dengan batik tulis yang berasal dari daerah lain, yaitu teletak pada desain motifnya. Batik tulis Sidoarjo lebih dominan dengan motif tumbuh-tumbuhan mirip dengan batik tulis daerah Bangkalan Madura yang lebih dominan dengan tanaman merambat seperti misalnya terong
Kuliner Khas
Kupang Lontong Sidoarjo + Sate kerang
Bandeng presto Sidoarjo
Kupang Lontong Sidoarjo + Sate kerang
Bandeng presto Sidoarjo
Candi Dermo Sidoarjo
Lokasi Candi Dermo berada di Dusun Dermo, Desa Candi Negoro, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, yang diperkirakan dibangun pada tahun 1535, pada jaman pemerintahan Adipati Kusen. Candi Dermo berbentuk gapura paduraksa terbuat dari bata merah dengan tinggi 13,5 m, panjang 6 m dan lebar 6 m.
Candi Dermo berada di tengah perkampungan penduduk, bersebelahan dengan kuburan. Pada kaki candi terdapat hiasan wajik, ada relief sulur-suluran antara badan dan atap candi, serta tiga buah batu, dua diantaranya di sisi timur dan satu di sisi barat dengan fragmen garuda.
Candi Pari Sidoarjo
Lokasi Candi Pari berada di tengah Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, 15 km dari Sidoarjo, 2 km dari pusat sembur lumpur Lapindo, terbuat dari bata merah, berbentuk hampir menyerupai kubus berukuran 16,86 m x 14,10 m dan tinggi 13,40 m. Di sisi barat terdapat undakan tangga menuju pintu masuk dimana tertulis tahun pembuatan candi.
Keunikan Candi Pari ada pada atap / mahkota yang memakai pola Candi Khmer / Champa, dengan ambang dan tutup gerbang terbuat dari batu andesit. Di sebelah selatan Candi Pari terdapat Candi Sumur, namun dalam keadaan rusak. Candi ini dipugar mulai 13 September 1994 dan selesai pada 1999.
Kawasan INTAKO Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Kecamatan Tanggulangin, 6 km dari kota Sidoarjo, yang merupakan pusat industri kerajinan kulit yang membuat dompet, koper, sepatu, tas, dll.
Kelenteng Tjong Hok Kiong Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Jl. Hang Tuah 32, yang juga telah berusia ratusan tahun dengan tuan rumah Thian Siang Seng Bo.
Kolam Pancing Sedati Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Desa Kalanganyar, Kecamatan Sedati. Kalanganyar juga penghasil ikan bandeng yang gurih, udang windu, terasi, dan krupuk.
Makam Putri Ayu Sekar Dadu Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Dusun Kepentingan, Desa Sawoan, Kecamatan Buduran, yang konon merupakan putri Raja Minak Sembayu dari Blambangan, dan diyakini sebagai Ibunda Sunan Giri.
Masjid Agung Sidoarjo Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Barat Alun-Alun Kota, mulai dibangun pada 26 Suro 1825 Saka (19 Juli 1895) oleh Raden Adipati Pandji Tjondronegoro, Bupati Sidoarjo 1882-1906, makamnya ada di belakang masjid.
Museum Mpu Tantular Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Jl. Raya Buduran, Kecamatan Buduran, dengan berbagai koleksi arkeologi, etnografi, filologi, geologi, sejarah, keramik, senirupa dll.
Pantai Ketingan Sidoarjo
Wisata Sidoarjo di Desa Sawoan, Kecamatan Buduran, dimana pejalan bisa menjelajah dengan naik perahu menyusuri Sungai Karang Gayam, dan menikmati hidangan laut.
Daftar
bupati
Berikut ini
adalah daftar bupati yang pernah menjabat di Kabupaten Sidoarjo sejak masa awal
kemerdekaan Indonesia:
·
R.A.A. Soejadi
(1933-1949)
·
R. Suriadi
Kertosuprojo (1950-1958)
·
H.A. Chudori Amir
(1958-1959)
·
R.H. Samadikoen
(1959-1964)
·
Kol.Pol. H.R.
Soedarsono (1965-1975)
·
Kol.Pol. H.
Soewandi (1975-1985)
·
Kol.Art. Soegondo
(1985-1990)
·
Kol.Inf. Edhi
Sanyoto (1990-1995)
·
Kol.Inf. H.
Soedjito (1995-1999)
·
Drs. Win
Hendrarso, MSi (1999-2010)
·
H. Saiful Ilah,
S.H.,M.Hum (2010-sekarang)
Transportasi
Bandara
Internasional Juanda dan terminal bus Purabaya yang dianggap sebagai "milik" Surabaya, berada di
wilayah kabupaten ini. Terminal Purabaya merupakan gerbang utama Surabaya dari
arah selatan, dan salah satu terminal bus terbesar di Asia Tenggara. Kereta
komuter Surabaya Gubeng-Sidoarjo-Porong menghubungkan kawasan Sidoarjo dengan Surabaya.
Olahraga
Di Sidoarjo
terdapat klub sepakbola terkenal bernama Deltras
FC yang bermarkas di Stadion Gelora Delta dan memiliki suporter setia bernama Delta Mania.
Daerah
yang berbatasan dengan kabupaten
sidoparjo adalah:
Utara:
Surabaya
Barat:
mojokerto
Selatan:
pasuruan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar